Minggu, 21 Agustus 2016

Ibadah Haji Ibadah Fisik dan Mental

IMG-20141020-WA0005 - CopyMusim haji yang ditunggu-tunggu... terutama bagi para jamaah calon haji yang akan berangkat tahun ini. Terbayang betapa lamanya mereka harus menunggu jadwal keberangkatan. Bicara tentang lamanya waktu tunggu ini ada cerita gagal berangkatnya ayah teman saya. Mendekati jadwal keberangkatan haji, qodarullah... beliau harus terkena sakit stroke, sehingga menimbulkan persyarafan anggota geraknya terganggu, hanya bisa tiduran, untuk makan dan proses bab, bak harus dengan bantuan. Akhirnya... Gagal sudah rencana haji yang sudah dipersiapkan jauh-jauh hari.

Tarik ulur tentang penggagalan rencana haji ayah teman saya berlangsung alot. Kondisi fisik dan mental beliau sebetulnya tidak layak untuk menjalankan ibadah haji, apalagi dari pihak keluarga juga tidak ada yang ikut berhaji. Dari dokter puskesmas, sampai dokter Rumah Sakit Daerah tidak ada yang merekomendasikan, tapi keluarga tetap ngeyel, harus naik haji... Haduh... biasanya kalau sudah seperti ini dokter puskesmas dan dokter RSUD akan memberikan surat rekomendasi, tapi nantinya dari pihak Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Embarkasi tetap tidak akan meloloskan jamaah dengan kasus seperti ini.

Kasus penggagalan jamaah haji karena permasalahan fisik dan mental sudah seharusnya dilakukan karena ibadah haji merupakan ibadah fisik dan mental. Tulisan saya sekarang akan mencoba mengupas ibadah haji dari sisi fisik dulu. Diperlukan fisik yang prima dan sehat untuk mendapatkan kesempurnaan ibadah haji, karena banyak faktor yang akan bisa mengganggu keadaan fisik jamaah calon haji ketika berada di Arab Saudi nanti.

[caption id="attachment_677" align="alignleft" width="96"]ketinggian pesawat (Sumber gambar : Wikipedia) ketinggian pesawat (Sumber gambar : Wikipedia)[/caption]

Ujian fisik pertama adalah  ketika keberangkatan dengan menggunakan pesawat. Jamaah calon haji mayoritas pengguna pertama kendaraan burung besi ini, hal ini akan menimbulkan permasalahan yang kadang bisa menjadi serius. Take off akan menimbulkan permasalahan di telinga, akibat dari perbedaaan tekanan udara yang mendadak. Barotrauma sering terjadi pada keadaan ini. Sedangkan pada keadaan terbang lebih dari 10.000 kaki ( 3000 meter ) akan berpotensi menimbulkan masalah psikologis yang serius. Pesawat terbang akan terus naik, kadang mencapai ketinggian 41.000 kaki (12.000 meter), dalam keadaan ini oksigen semakin tipis dan tekanan udaranya tidak seperti di bawah. Beberapa masalah psikologi akan muncul diantaranya adalah sebagai berikut :
  1. Hypoksia, yaitu kekurangan oxigen pada jaringan.
  2. Mabuk ketinggian
  3. Mabuk pengurangan tekanan
  4. Barotrauma
Walaupun tekanan kabin pesawat sudah dimodifikasi sedemikian rupa, namun tetap saja masalah di atas sering dijumpai. Perjalanan udara dalam waktu lama juga akan berakibat pada masalah fisik jamaah calon haji. Indonesia - Arab Saudi bisa ditempuh dalam waktu 9 - 11 jam tergantung letak embarkasi jamaah berada.  Perjalanan melalui 3 zona waktu dalam 11 jam akan menimbulkan jet lag, yaitu kelainan waktu tidur sementara atau merasa lelah dan kebingungan setelah perjalanan panjang dengan melintasi beberapa zona waktu menggunakan pesawat terbang. Apalagi bila kita searah dengan perjalanan matahari menuju arah barat. Pilot dan awak kabin yang sudah terbiasa terbang saja sering terkena jet lag. Untuk masalah kesehatan ketika di pesawat udara in sya Allah akan saya tulis di tulisan yang akan datang.

Setelah lolos dari pesawat terbang, maka akan dihadapkan pada suasana di tempat tujuan, yaitu Arab Saudi. Negara Arab Saudi mempunyai profil alam yang sangat-sangat berbeda dengan Indonesia. Alam padang pasir, bukit-bukit batu yang gersang dan jarang ditemui tumbuhan, juga cuaca yang sangat berbeda dengan Indonesia. Pada Bulan Mei - Oktober merupakan musim panas, suhu udara di siang hari antara 40°C - 51°C, dan bulan kebalikan bisa mencapai titik terendah 2°C - -5°C. Kelembaban udara umumnya berkisar antara 32% hingga 35%, ini berarti udara di Arab Saudi adalah udara yang kering. Bandingkan dengan kelembaban udara di Indonesia yang berkisar antara 80% - 100%.  Menghadapi cuaca seperti itu, cairan tubuh kita akan mudah menguap oleh sengatan panas udara. Bahkan dalam cuaca dinginpun bisa terjadi dehidrasi karena rendahnya kelembaban udara di Arab Saudi.

Jamaah calon haji dari Indonesia terdiri dari 2 gelombang. Gelombang pertama adalah jamaah calon haji yang penerbangannya menuju Madinah untuk melakukan ibadah Sholat Arbain di Masjid Nabawi dilanjutkan dengan rangkaian ibadah Haji ke Makkah. Sedangkan gelombang kedua perjalanan langsung menuju Mekkah sampai waktu haji berakhir dilanjutkan ke Madinah. Untuk gelombang kedua, dibutuhkan kekuatan fisik yang lebih daripada gelombang pertama. Karena Hajji Indonesia itu termasuk Hajji Tamattu' , maka jamaah haji datang di Mekkah sudah dalam keadaan ihram, dengan niat melaksanakan umrah tamattu'. Sepanjang perjalanan dari Bandara King Abdul Aziz sampai pondokan tetap memakai ihram. Dalam keadaan letih karena perjalanan masih harus direpotkan dengan pembagian kamar hotel dan pencarian koper yang menumpuk tidak beraturan. Tak banyak istirahat pada kesempatan ini langsung harus menuju masjidil haram untuk melaksanakan umrah. Bagi yang jarak pondokan dengan masjidil haram di atas 1,5 km, ada fasilitas bus, bus sholawat namanya. Trus... Bagi yang di bawah 1,5 km, dekatnya jarak bukan berarti menjadi kenyamanan tersendiri, karena tidak ada sarana transportasi yang disediakan alias jamaah calon haji harus berjalan kaki menuju masjidil haram. JALAN KAKI, dalam keadaan masih kelelahan. SEMANGAT...SEMANGAT... AYO... SEHAT SEMUA... Teriakan petugas haji menyemangati para jamaah calon haji.

[caption id="attachment_708" align="aligncenter" width="565"]kabarmakkah.com kabarmakkah.com[/caption]

Sesampai di masjidil haram langsung menuju ka'bah untuk melaksanakan Thawaf Umrah. Thowaf (طواف / thawaf) adalah suatu ritual mengelilingi Ka'bah (bangunan suci di Mekkah) sebanyak tujuh kali sebagai bagian pelaksanaan ibadah haji atau umrah. Berkeliling ka'bah dengan jalan kaki. Bangunan Ka'bah mempunyai tinggi sekitar 15 meter, panjang sisi sebelah utara 9.92 meter, sisi sebelah barat 12.15 meter, sisi sebelah selatan 25.10 meter, dan sisi sebelah timur 11.88 meter. Sumber di sini.

IMG-20141015-WA0046 - Copy

Jarak yang ditempuh adalah jarak keliling ka'bah x 7, bisa lebih panjang sedikit karena masih ada setengah lingkaran hijr ismail. Coba saya hitung pakai kalkulator... keliling ka'bah didapatkan angka 59.05 meter x 7 = 413.35 meter ditambah hijr ismail bisa didapat angka 1/2 km. Jadi, untuk 1 x thowaf bisa menempuh jarak minimal 1/2 km, kenapa minimal? Karena itu angka ketika keliling tepat disamping ka'bah, padahal untuk bisa keliling dekat dengan ka'bah harus berjuang ekstra karena padatnya manusia Jamaah dari Afrika seringkali menguasai daerah yang dekat ka'bah. Fisik mereka besar dan tinggi, tenaganya kuat dan seringnya thawaf dengan berkelompok dan bergandengan tangan. Daerah dekat ka'bah yang paling padat adalah sekitar rukun Yamani dan Rukun Hajar Aswad, karena kebanyakan manusia ingin mendapatkan pahala sunnah mengusap rukun Yamani dan mencium hajar aswad.

Selepas Thawaf berkeliling ka'bah, dilanjutkan dengan sa'i antara bukit shofa ke bukit marwa. Sa’i adalah salah satu rukun haji dan umrah yang dilakukan dengan berlari – lari kecil pulang balik  sebanyak 7 kali dari Bukit Safa ke Bukit Marwah.  Shafa dan Marwah dikatakan pula dengan al-Mas’a ( tempat untuk bersa’i ). Kedua bukit tersebut berjarak sekitar 405 meter. Sa'i harus dilakukan 7x, dengan hitungan 1x adalah bertolak dari safa ke marwa, kemudian balik dari marwa ke safa sudah dihitung 2x. Berarti untuk melakukan sa'i kita harus menempuh jarak 7 x 405 meter = 2835 meter = hampir 3 km. Tempat sa'i suasananya sejuk karena banyaknya AC yang terpasang di sana.

[caption id="attachment_715" align="aligncenter" width="389"]www.tuntunanislam.com tuntunanislam.com[/caption]

Sa'i umrah merupakan ujian fisik terakhir... terakhir dari awal perjalanan haji. Sehabis sa'i kita melakukan tahalul dengan ditandai bercukur rambut. Tahalul merupakan penghalalan dari hal-hal yang diharamkan ketika ihram. Hari-hari selanjutnya merupakan hari-hari adaptasi dengan kehidupan di saudi, adaptasi dengan cuaca, makanan, budaya dan banyak lagi yang perlu diadaptasikan, sampai menunggu tanggal 8 Dzulhijjah untuk melakukan tarwiyyah ke Mina.

Moment Hajji dimulai

Tanggal 8 Dzulhijjah moment hajji dimulai, bagi yang berhajji bersama pemerintah Indonesia, maka moment hajji dimulai dengan mabit di Arofah, sedangkan ada sebagian jamaah yang melaksanakan tarwiyyah, mereka mengawali dengan mabit di Mina. Perjalanan memakai armada bus sholawat yang disediakan oleh pemerintah Indonesia, tapi bagi yang tarwiyyah mengusahakan armada bus secara swadaya.

[caption id="attachment_717" align="aligncenter" width="353"]aburedza.wordpress.com aburedza.wordpress.com[/caption]

Perjalan Mekkah - Arofah sepanjang 21,9 km, sedangkan mekkah ke Mina 7 km. Mabit di Arofah memerlukan fisik yang kuat. Tidur hanya berlantai tikar dengan tenda seadanya dalam keadaan memakai selembar kain ihram. Cuaca panas dan kering bisa berefek pada kekurangan cairan dalam tubuh. Belum lagi tikar karpet yang disediakan pihak maktab sangat berdebu, bagi yang punya alergi debu sangat rentan menimbulkan batuk.

IMG-20141015-WA0055
Jemaah-haji-Indonesia-di-kemah-Arafah-Jumat-3-Oktober-2014.

1412128088617940411

Wukuf di Arofah adalah puncak haji, tanggal 9 Dzulhijjah, di saat itu jamaah harus tinggal di Arofah seharian. Batasnya sampai maghrib, terus dilanjutkan mabit di Muzdalifah. Ba'da maghrib jamaah menuju ke Muzdalifah, diangkut bus sholawat dengan sistem taraddudi. Mabit di Muzdalifah juga diperlukan fisik yang prima. Di Muzdalifah tidak ada tenda, juga tikar, jadi harus bawa bekal tikar sendiri. Alam terbuka Muzdalifah menjadi tantangan fisik tersendiri, apalagi samping Muzdalifah merupakan jalan tempat mondar mandir bus yang menerbangkan debu pasir. AWAS... tidak boleh pakai masker, karena ketika ihram, wajah tidak boleh ditutup ya... Lihat gambar di bawah, berbaju hanya dengan sehelai kain ihram, tidur di alam terbuka dengan beralaskan tikar seadanya, dengan debu pasir beterbangan.

imag1955

mabit-di-muzdalifah

Tepat tengah malam... Bus sholawat mulai menjemput para jamaah untuk menuju ke Mina. Antrian yang mengular panjang karena jalan keluar yang sempit kadang menimbulkan kesabaran harus diuji, kadang rasa egoisme muncul di sini. Diperlukan kesigapan tenaga hajji untuk mengatur jamaah agar bisa terangkut semua tanpa ada yang tertinggal.

Sampai di Mina sebelum subuh, jamaah haji segera menuju tenda sesuai maktab yang menjadi penanggung jawab mereka. Tenda Mina merupakan tenda permanen yang lebih nyaman daripada tenda di Arafah. Ada AC yang lumayan menyejukkan, walaupun alas tidur tetap tikar seadanya.

IMG-20141015-WA0043

Tanggal 10 Dzulhijjah, hari pertama pelemparan jumroh. Lokasi pelemparan jumroh namanya jamarat, tempat yang belum pernah terbayang dalam pikiran. Untuk mencapai jamarat harus ditempuh dengan jalan kaki sepanjang 6 km, bahkan bisa lebih, karena letak jamaah di Mina berbeda-beda. Bahkan yang berada di Mina Jadid, jaraknya lebih jauh lagi.

[caption id="attachment_729" align="aligncenter" width="419"]jamarat mina perjalanan ke jamarat bila naik mobil[/caption]

Bayangkan… Jalan kaki 6 km… itu baru berangkat ke jamarat, pulangnya juga harus berjalan dengan jarak yang sama. 12 km, atau mungkin malah 15 km jalan kaki. Keluar dari tenda Mina berjalan di bawah terik matahari, sampai di terowongan Mina suasana lebih nyaman. Ada blower atau kipas angin raksasa yang berputar terus. Jalanan dilengkapi dengan escalator, sehingga meringankan langkah kaki. Sesampai di jamarat, suasana padat manusia saling berebut melempar, antara arus balik dan kedatangan kadang tidak sinkron sehingga sering menimbulkan jalur padat yang sulit diurai.

Kalau haji sesuai program Kemenag, maka sehabis lempar jumrah aqobah di hari pertama, maka langsung kembali ke Mina untuk melakukan mabit, untuk selanjutnya melakukan lempar jumroh di hari berikutnya. Tapi ada jamaah yang masih muda-muda, melakukan thawaf ifadhah, langsung setelah lempar jumrah aqobah. Mereka keluar dari jamarat mencari jalan ke Mekkah, kalau beruntung dapat taxi yang akan mengantar mereka ke Masjidil Haram, tapi ada juga yang jalan kaki. Dasar anak muda… sehabis dari thawaf ifadhah mereka bukannya kembali ke Mina, tapi malah mampir di pondokan dulu, biasa… urusan anak muda (mereka berhaji suami istri pasangan muda), kalau haji itu bila sudah melakukan lempar jumrah aqobah di tanggal 10 dzulhijah, langsung melakukan tahalul, semua yang diharamkan ketika ihram menjadi halal, kecuali hubungan suami istri. Tapi kalau sudah melakukan thawaf ifadhah, maka semua halal tanpa kecuali. Makanya yang muda – muda itu ya mampir ke pondokan… tahu sendiri lah… Tapi sehabis dari pondok, mereka harus cepat – cepat kembali ke Mina, dan harus datang sebelum maghrib, untuk melakukan mabit di Mina.

Tanggal 11 dan 12 Dzulhijah bagi yang berniat nafar awwal, melakukan lontar jumrah lagi, setelah selesai langsung kembali ke Mekkah untuk melakukan thawaf ifadhah. Bagi yang Nafar Tsani, tetap melakukan mabid di Mina, untuk selanjutnya keesokan harinya pada tanggal 13 dzulhijjah melakukan lontar jumrah lagi. Setelah itu baru kembali ke Mekkah untuk melakukan thawaf ifadhah.

Tanggal 13 Dzulhijjah kembali ke Mekkah dengan menggunakan bus Sholawat, sampai di pondokan sebentar saja, dilanjutkan thawaf ifadhah dan Sa'i, dengan pelaksanaan sama seperti ketika umrah pertama kali. Hanya kali ini tidak memakai kain ihram.

Seluruh rangakaian haji sudah usai, selanjutnya adalah waktu tunggu untuk kepulangan ke tanah air. Yang gelombang 2, masih menuju Madinah untuk melakukan rangkaian ibadah sholat arbain. Biasanya, waktu ini adalah waktu rawan sakit, karena menurunnya stamina ketika melakaukan rangkaian ibadah haji. Yang  jelas, ada-ada saja masalahnya.

Tulisan ini saya buat berdasarkan pengalaman dan modul dari pelatihan TKHI, bukan untuk menakut-nakuti atau menciutkan nyali para jamaah hajji, maksud saya adalah biar para jamaah calon hajji punya gambaran keadaan di sana sehingga bisa menyiapkan fisik sebaik-baiknya, agar ibadah hajji bisa dijalani dengan lancar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar